Sekilas PITI

Standar

Sekilas Sejarah PITI

Pembina Iman Tauhid Islam d/h Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) didirikan di Jakarta pada 14 April 1961, oleh mendiang H. Abdul Karim (Oei Tjeng Hien), mendiang H. Abdusomad (Yap A Siong) dan mendiang Kho Goan Tjin, bertujuan untuk mempersatukan muslim-muslim Tionghoa di Indonesia dalam satu wadah yang dapat lebih berperan dalam proses persatuan bangsa Indonesia.

PITI adalah gabungan dari Persatuan Islam Tionghoa (PIT) pimpinan mendiang H. Abdusomad (Yap A Siong) dan Persatuan Tionghoa Muslim (PTM) pimpinan mendiang Kho Goan Tjin. PIT dan PTM mula-mula didirikan di Medan dan Bengkulu sebelum kemerdekaan Indonesia, masing-masing bersifat lokal, sehingga pada saat itu keberadaan keduanya belum banyak dirasakan oleh masyarakat luas. Karena itulah, untuk merealisasikan perkembangan ukhuwwah Islamiyyah di kalangan muslim Tionghoa, maka PIT dan PTM merelakan diri pindah ke Jakarta dan bergabung dalam satu wadah, yakni PITI.

Berdirinya PITI saat itu merupakan tanggapan realistis saran dari Ketua PP Muhammadiyyah – mendiang KH. Ibrahim – kepada mendiang H. Abdul Karim Oei agar muslim Tionghoa menyampaikan syiar agama Islam kepada etnis Tionghoa di kalangan mereka. Kemudian pada 15 Agustus 2005, H. Abdul Karim Oei karena jasa-jasanya kepada nusa dan bangsa dianugerahi Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Utama oleh Presiden Republik Indonesia – Bapak Susilo Bambang Yudhoyono.

Program kerja PITI secara umum adalah menyampaikan dakwah islamiyyah khususnya kepada masyarakat etnis Tionghoa dengan pembinaan dalam bentuk bimbingan menjalankan syari’at Islam baik di lingkungan keluarganya yang masih non-muslim dan persiapan berbaur dengan umat Islam di lingkungan tempat tinggal dan pekerjaannya serta pembelaan/perlindungan bagi mereka yang karena masuk agama Islam, untuk sementara bermasalah dengan keluarga dan lingkungannya.

PITI merupakan organisasi da’wah sosial keagamaan yang berskala nasional, berfungsi sebagai tempat singgah dan silaturahmi untuk belajar ilmu agama dan cara beribadah serta berbagi pengalaman bagi etnis Tionghoa baik yang baru tertarik dan ingin memeluk Islam maupun yang sudah memeluk Islam.

Dalam perjalanan sejarah keorganisasiannya, ketika di era tahun 1960-1970an, setelah meletusnya pemberontakan Gerakan 30 Septerber 1965 (G30S PKI), di mana pada saat itu pemerintah sedang menggalakkan gerakan pembinaan persatuan dan kesatuan Bangsa (nation and character building), maka simbol-simbol/identitas/ciri yang dianggap bersifat dissosiatif (menghambat pembauran), seperti istilah, bahasa, dan budaya asing khususnya Tionghoa dilarang dan dibatasi. Dan PITI pun merasakan dampaknya, yakni nama Tionghoa pada kepanjangan PITI dilarang. Berdasarkan pertimbangan kebutuhan bahwa dakwah kepada masyarakat Tionghoa tidak boleh berhenti, maka pada 15 Desember 1972, pengurus PITI mengubah kepanjangan PITI menjadi Pembina Iman Tauhid Islam.

Singkatan PITI tetap dilestarikan karena sudah tersosialisasi di kalangan umat Islam Indonesia. Sudah menjadi kelaziman di masyarakat bahwa PITI adalah muslim Tionghoa dan muslim Tionghoa adalah PITI. Konsekwensinya, umat Islam menghendaki “motor-motor penggerak” PITI adalah mereka yang berasal dari etnis Tionghoa.

Jika pada suatu saat, atas dasar kesepakatan anggota yang menghendaki agar kepanjangan PITI kembali menyandang/mempergunakan nama Tionghoa pada nama organisasi ini, maka demikian itu semata-mata hanya sebagai strategi dakwah dan kecirian organisasi ini bahwa prioritas sasaran dakwahnya tertuju kepada etnis Tionghoa.

Sebagai organisasi da’wah yang telah lama berdiri, PITI pun mengalami pasang surut dalam menjalankan fungsinya. Namun secercah harapan muncul di awal tahun 2000-an dengan dibangunnya beberapa tempat syiar Islam bernuansa etnis seperti Masjid Cheng Ho – Surabaya, Masjid Jami’ An-Naba’ KH Tan Shin Bin – Purbalingga, Masjid Cheng Ho Sriwijaya – Palembang, Masjid Cheng Ho Pandaan – Pasuruan, dan Islamic Center – Kudus.

Apapun dan bagaimanapun kondisi organisasinya, PITI sangat diperlukan oleh etnis Tionghoa baik yang muslim maupun non-muslim. Bagi muslim Tionghoa, PITI sebagai wadah silaturahmi, untuk saling memperkuat semangat dalam menjalankan agama Islam di lingkungan keluarga yang masih non-muslim. Bagi etnis Tionghoa non-muslim, PITI menjadi jembatan antara mereka dengan umat Islam di Indonesia. Bagi Pemerintah, PITI sebagai komponen bangsa yang dapat berperan strategis sebagai penghubung antara suku dan etnis, perekat untuk mempererat dan sebagai perajut Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Visi PITI sebagaimana tertuang dalam Anggaran Dasar tahun 2005, yakni mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil ‘aalamiin dalam rangka melaksanakan ajaran Islam secara keseluruhan.

Adapun Misi yang diemban, yakni:
1. Melaksanakan dakwah islamiyyah (amar ma’ruf nahi munkar), untuk meningkatkan kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
2. Menyelenggarakan pendidikan, pengajaran, dan pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam, guna membina manusia muslim yang taqwa, berbudi luhur, terampil, dan berpengetahuan luas;
3. Menjalin kerjasama dengan ormas lain guna meningkatkan kesejahteraan sosial dalam rangka mewujudkan ukhuwwah islamiyyah.

PITI berasaskan Islam dan berdasarkan Pancasila serta bersifat terbuka, demokratis, mandiri, bebas/tidak terikat dengan organisasi sosial politik manapun.

Komentar ditutup.